Klinik f3 Cinoling-“Nak, Jangan pernah melawan perintah Ibu!
Bukankah kamu tahu, Jika surga di bawah telapak kaki Ibu?”. Itulah
kalimat ampuh bak senjata pamungkas yang sering dilontarkan oleh seorang
Ibu jika sang anak berani melawan perintahnya. Namun masih pantaskah
surga ada di bawah telapak kaki ibu?
Saudariku yang telah dipercaya oleh Allah SWT mengemban amanah sebagai
seorang ibu, renungkanlah... Jika kelakuan kita masih seperti
point-point di bawah ini tanyakan pada hati nurani ‘Masih pantaskah
surga itu ada di bawah telapak kaki kita?’
1. Tidak Mengharapkan Kehadiran Sang Anak
Ketika seorang wanita dinyatakan positif hamil karena hubungan di luar
nikah maka bukan rasa senang dan bahagia yang menyelimuti perasaannya.
Justru rasa benci, sedih, marah dan kesal, membuat malam-malamnya resah
dan gelisah. Tidurnya tak lagi nyenyak. Makannya tak lagi enak. Ia tidak
menginginkan dirinya hamil. Rasa frustasi akhirnya menjerumuskannya
melakukan segala cara untuk menggugurkan kehamilan itu.
Namun takdir Allah berkata lain. Janin di dalam kandungannya tetap
tumbuh dan akhirnya lahir dengan selamat. Coba bayangkan bagaimana
hancurnya perasaan si anak jika ia tahu bahwa sang ibu tidak
menginginkan kehadirannya. Coba bayangkan pedihnya perasaan si anak jika
ia tahu sang ibu berusaha membunuhnya.
Lalu dengan perasaan tidak bersalah, sang ibu dengan seenaknya berkata
bahwa surga ada di bawah telapak kakinya. Bagaimana mungkin surga itu
ada di bawah telapak kaki seorang ibu yang telah berusaha
menghalang-halangi kesempatan hidup keturunannya sendiri?
2. Tidak Menjaga Masa Kehamilan
Tipe wanita kedua adalah ia yang mengabaikan kesehatan diri dan janin
yang tengah dikandungnya. Kesehatan yang dimaksud disini meliputi
kesehatan fisik dan spiritual dimana masa kehamilan sembilan bulan lebih
beberapa hari yang dialaminya tidak dimanfaatkan dengan optimal.
Ia tidak pernah menjaga pola makan, pola istirahat dan pola olahraga
selama kehamilannya. Junk food masih menjadi keseharian menunya. Suapan
demi suapan ke mulutnya pun tidak pernah diawali dengan Basmallah.
Begadang menonton serial TV favorit masih tiap hari dilakoninya. Alhasil
jangankan tajahud, sholat subuh pun lebih sering kesiangan. Ia tidak
pernah pula menggerakkan badan berolahraga dan kerjaannya hanya
bersantai di depan televisi.
Tak pernah terlintas di pikirannya untuk berkomunikasi dengan janin yang
ada di rahimnya. Tak ada sentuhan-sentuhan lembut tangan sang Ibu yang
dirasakan janin tersebut. Tak ada pula lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an
yang dapat didengar telinga seorang janin yang dikandungnya.
Lalu masih pantaskah surga ada di bawah telapak kaki Ibu yang demikian?
3. Tidak Memberi Tauladan Baik Bagi Anak
Anak adalah peniru yang sangat ulung. Ia akan meniru semua perkataan dan
perbuatan orang-orang di sekelilingnya dengan sangat handal. Jika
keseharian sang Ibu banyak diwarnai perbuatan dan perkataan tercela maka
jangan menyalahkan siapa-siapa jika anaknya pun berbuat hal yang sama.
Bergunjing membicarakan aib orang lain, memfitnah sehingga terjadi adu
domba, bertengkar hingga keluar kata-kata kasar bahkan berani melawan
orang tua, semua itu adalah buah yang harus dipetik karena ibu salah
memberi contoh.
Jika Ibu yang seharusnya memberi tauladan yang baik, justru banyak
mencontohkan tauladan buruk. Maka apakah masih pantas surga ada di bawah
telapak kaki Ibu?
4. Meninggalkan Dan Menelantarkan Anak
Anak yang masih berada dalam masa pertumbuhan sangat menggantungkan
seluruh hajat hidupnya pada orang lain. Di sinilah keberadaan ibu sangat
diperlukan. Pada masa ini Ibu harus mengajarkan pada seorang anak
bagaimana cara mengurus diri dan bagaimana cara menjalani kehidupan yang
benar. Masa ini disebut juga masa pembentukkan karakter dan
kepribadian.
Namun apa jadinya jika orang yang sangat diperlukan kehadirannya itu
justru meninggalkan dan menelantarkan sang anak. Anak yang merupakan
titipan Allah pada seorang ibu, dititipkannya kembali pada orang lain.
Anak tidak lagi mengenal baik ibunya, begitu pun ibu tidak lagi mengenal
baik karakter anaknya. Anak justru lebih dekat dengan pengasuhnya.
Jika Ibu memang harus meninggalkan anaknya dengan alasan syar’i dan ia
berusaha mencari seorang yang bertakwa untuk mengasuh anaknya sehingga
anak tumbuh di lingkungan Islami, maka mungkin hal ini masih bisa
diterima. Ia harus mencari pengasuh yang memiliki akhlakul karimah agar
mengajarkan anaknya untuk mengenal Tuhan. Sholat dan mengaji pun menjadi
keseharian sang anak.
Namun kecelakaanlah jika pengasuh hanya mengenalkan berbagai macam
hiburan yang merusak moral dari media televisi. Dan siapakah kelak yang
akan dimintai pertanggung-jawaban atas rusaknya moral anak? Apakah si
pengasuh? Tentu saja bukan. Ibulah yang tetap akan dimintai tanggung
jawabnya oleh Allah SWT kelak.
Lalu masih pantaskah surga ada di bawah telapak kaki Ibu?
5. Hanya Mementingkan Urusan Duniawi Sang Anak
Ada seorang ibu yang sangat sayang pada anaknya sehingga ia sibuk
bekerja untuk memenuhi segala macam kebutuhan hidup si anak. Tak pernah
ada permintaan anak yang tidak dipenuhinya. Dengan mudah si anak akan
memperoleh segala apa yang diinginkan. Kerja keras sang ibu semata-mata
didedikasikan untuk kesuksesan urusan duniawi anak.
Ia akan bangga jika anaknya kelak mempunyai rumah bak istana, mempunyai
kendaraan mewah, tabungan di bank melimpah, menyandang gelar dan jabatan
tinggi serta memiliki pendamping hidup yang setara dalam hal kaya
harta. Maka ia mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari sekarang. Ia
tidak sadar bahwa dirinya justru sedang membentuk karakter anak yang
tidak akan bisa berdiri dengan kaki sendiri. Anak yang tidak akan bisa
bertahan jika dirinya dihadapkan pada berbagai kesulitan hidup.
Tak masalah baginya jika si anak tidak mengenal huruf alif dalam Al
Qur’an. Tak masalah pula baginya jika si anak tak hafal bacaan sholat
saking jarangnya anaknya sholat. Dirinya memang sering pergi menghadiri
pengajian namun tak pernah sekalipun anaknya diajak turut serta. Ia
sudah cukup puas jika anaknya tidak berperilaku buruk terhadap orang
lain.
Lalu bagaimana bisa surga ada di bawah telapak kaki ibu macam ini?
6. Berlaku Aniaya Terhadap Anak
Acap kali media koran maupun elektronik memberitakan seorang ibu yang
menganiaya anaknya sendiri. Padahal kesalahan yang dilakukan si anak
sungguh hanya merupakan hal sepele. Namun sang ibu dengan tega melakukan
kekerasan baik verbal maupun fisik. Kata-kata kasar, kutukan, layangan
tangan serta kaki mendera tubuh kecil itu dengan bertubi-tubi.
Tak ada dekapan kasih sayang. Tak ada kata-kata sejuk penuh nasihat yang
mengajarkan anak agar tidak berbuat salah. Hilang sudah perhatian dan
pengertian. Semua kesalahan anak diselesaikan dengan amarah dan hukuman.
Pantaskah surga masih ada di telapak kaki ibu seperti itu?
Sungguh panggilan ibu sangat berarti besar dalam hidup seorang anak.
Namun ternyata peran kita sangat kecil dalam menuntunnya ke jalan
kebaikan. Panggilan mulia itu justru kita sepelekan begitu saja.
Wahai Saudariku muslimah.... mudah-mudahan kita tidak termasuk salah
satu tipe ibu seperti di atas agar gelar ibu layak kita sandang dan agar
surga pantas berada di bawah telapak kaki kita.
via kabarmakkah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon