Memegang teguh institusi pernikahan memang bukan perkara gampang, sebab ia adalah harta yang paling berharga yang selalu diintai para pencuri yakni setan laknatullah ‘alaih. Tak henti-henti setan mencari celah pecah belah, jika bukan istri yang digoda, maka suami yang digoda, atau anak-anak bahkan tetangga. Setan memang sangat berkepentingan di sini, sebab adalah sebuah prestasi amat prestise di kalangan setan, jika ada di antara mereka yang mampu memporak-porandakan sebuah ikatan pernikahan yang suci itu.
Salah satu yang sering memicu keributan suami-istri adalah adanya komunikasi yang mandeg antara keduanya. Suami maunya apa, istri maunya apa, tidak saling sampai. Pesan-pesan menjadi pending.
Jika begini kedua-duanya biasanya akan saling menyimpulkan dan bermain tebak-tebakan sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya masing-masing. Dan sayangnya, seringkali tebakan dan kesimpulan kedua-duanya salah. Ini dikarenakan perbedaan sudut pandang dan latar belakang keduanya. Secara kodrati, laki-laki dan perempuan memang berbeda dalam memandang dan menyelesaikan masalah. Di sini intinya. Malah, saking bedanya ada yang berkata: Laki-laki dan perempuan itu berasal dari planet yang berbeda, man from Mars and woman from Venus.
Budaya Tabayun amat Menolong
Pertengkaran kerapkali terjadi bukan lantaran hal-hal yang mendasar. Tetapi hanya karena persoalan-persoalan kecil yang kita ungkapkan dengan cara yang salah. Karena biasanya kita seringkali meyampaikan perasaaan kita bahkan kesimpulan dan keinginan-keinginan kita sebelum membicarakan dengan tenang apa yang terjadi. Kalau begini komunikasi kita menjadi kursif (saling menyalahkan). Padahal sebagaimana disebutkan di atas, kita dan pasangan memang cenderung berbeda dalam memandang masalah.
Maka, di sini pentingnya kita melakukan tabayun (klarifikasi). Kita harus mengorek dulu apa sebenarnya maksud pasangan kita, menggali pikirannya dan meminta penjelasannya. Memang dibutuhkan kontrol emosi yang baik untuk mempraktikkan hal ini. Langkah awal yang mutlak harus kita lakukan adalah menata hati agar tetap berbaik sangka (husnudzan) kepada pasangan dan mempertahankan kekuatan hati untuk ishlah (melakukan perbaikan). Jadi, selama klarifikasi belum kita dapatkan, tahan semua prasangka begini dan begitu, tahan diri untuk membuat kesimpulan dan bermain tebak-tebakan.
Setelah tabayun kita lakukan, setelah kita memahami apa maksud suami atau istri kita. Barulah kini saatnya kita menyampaikan apa perasaan kita, apa yang kita pahami dari masalah tersebut, dan apa yang kita inginkan sebagai solusi. Kalau perlu, sebelumnya sudah kita tulis apa yang hendak kita sampaikan, agar kita siap menyampaikannya.
Dengan langkah ini, insya Allah gagasan dan pesan bisa kita sampaikan dengan lebih baik sekaligus lebih mudah diterima. Kita juga jadi lebih lapang menerima kritik, menyadari dan menggunakannya sebagai pijakan untuk berubah. Tidak perlu ada yang merasa dipermalukan karena ini untuk sebuah perbaikan. Kalau kita salah, kita lebih ringan untuk meminta maaf juga lebih ikhlas untuk memaafkan pasangan. Hubungan kita dan pasangan menjadi mesra dan harmonis. Jika begini, setan jadi gigit jari.
Wallahu’alam
EmoticonEmoticon