Sebelum melangsungkan pernikahan, ia harus melamar atau
mengkhitbah terlebih dahulu. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal keseriusan
Anda pada calon yang akan dinikahi. Hanya saja, banyak di antara masyarakat
kita yang melakukan kesalahan dalam proses mengkhitbah. Sedikitnya ada tiga
kesalahan yang sering dilakukan. Apa sajakah itu?
1. Tidak Melihat Calon Istri
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh berkata, “Disunnahkan
bagi pelamar untuk melihat apa yang biasa nampak pada wanita, seperti wajah dan
telapak tangan, memperhatikannya dan memperhatikan apa yang mendorong dirinya
untuk menikahinya. Berdasarkan sabda Nabi kepada salah seorang sahabat yang
hendak menikah, ‘Lihatlah dia’,” (HR. Muslim No. 1425. Dan lihat masalah
batas-batas melihat calon istri dalam As-Sunnah edisi 12 Tahun IV/1421-2000
hal. 61-63).
Tetapi tidaklah diperbolehkan bagi seseorang melihat wanita
tersebut, sedangkan dirinya tidak mempunyai keinginan untuk menikahinya.
Demikian pula tidak diperbolehkan melihatnya hanya berduaan saja. Memang benar,
tidak terlarang melihat sekalipun si wanita tidak merasa dilihat. Tetapi apa
yang biasa dilakukan oleh orangtua zaman sekarang, mereka sengaja meninggalkan
putrinya sendirian dengan calon suaminya beralasan lamaran. Ini sama sekali
tidak diperbolehkan dan tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kecemburuan dalam agama. [Al-Mindhar ila bayani katsir Al—Akhtha’ As-Sya’iyah:
141-142]
2. Menuntut Mahar yang Sangat
Tinggi
Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin berkata, “Mahar yang
disyari’atkan adalah mahar yang sedikit, bahkan lebih sedikit itu lebih utama.
Hal tersebut untuk mencontoh Nabi ﷺ yang mulia dan untuk mendapatkan barakah
pernikahan. Sebab pernikahan yang paling berbarakah ialah yang paling ringan
maharnya.”
Imam Muslim meiwayatkan dalam shahihnya no. 1425, bahwa seorang
sahabat pernah berkata kepada Nabi ﷺ, “Aku hendak menikahi seorang wanita, maka
Nabi ﷺ pun bertanya, berapakah maharnya?” Dia menjawab empat uqiyah (160
dirham). Nabi ﷺ bersabda, “Empat uqiyah? Seakan-akan kalian memahat perak dari
gunung!” (Imam Nawawi berkata dalam “Syarh Shahih Muslim 9/553”, “Maka sabda
beliau ini adalah membenci dari mempermahal mahar pada sang suami.”) “Kami
tidak dapat memberimu apa-apa, tetapi mudah-mudahan kami dapat memberikannya di
lain waktu.”
3. Tukar Cincin
Sudah merupakan tradisi para pemuda dan pemudi kita sekarang
ialah melakukan tukar cincin di saat lamaran mereka. Padahal ini jelas-jelas
merupakan tasyabuh (latah/ menyerupai) dengan orang-orang kafir, musuh Allah.
Bahkan di antara mereka berkeyakinan bahwa akad pernikahan telah terikat dengan
cincin tersebut.
Tidak cukup sampai disitu, lebih parah lagi biasanya cincin yang
dipakai pelamar laki-laki terbuat dari emas. Padahal ini diharamkan berdasarkan
dalil-dalil yang banyak sekali. Di antaranya hadis Abdullah Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah melihat seorang laki-laki
memakai cincin emas di tangannya.
Rasulullah ﷺ pun mencabut dan melemparnya (cincinnya) seraya
bersabda, “Salah seorang di antara kalian sengaja mengambil bara api, lalu dia
meletakkan di tangannya.” Tatkala Rasulullah ﷺ berpaling, dikatakan kepada
sahabat tersebut, “Ambillah dan manfaatkan cincin tersebut.” Dia menjawab,
“Tidak! Demi Allah selamanya aku tidak akan mengambilnya karena Rasulullah ﷺ
telah melemparkannya,” (HR. Muslim no. 2090). []
Sumber: almanhaj.or.id
EmoticonEmoticon