Jangan Remehkan Kebaikan, Meskipun Kecil


SEBAGIAN kita pasti pernah membaca, atau mendengar rangkaian kata-kata bermakna berkaitan dengan judul di atas.

Kita nggak pernah tahu. Kebaikan mana yang sudah kita lakukan dan begitu berkesan, bukan hanya bagi si penerima kebaikan, tapi tentunya di hadapan Allah Sang Maha Baik.

Dan di antara efek dari berbuat baik adalah: kita bisa menjadi perantara juga inspirator kebaikan bagi orang lain.

Kalau hari ini saya berbuat baik, mungkin karena dulunya ada orang lain yang sudah melakukan kebaikan yang sama pada saya. Kemudian saya terinspirasi, dan ingin melakukan hal yang sama baik kepada orang tersebut ataupun orang lain yang saya temui.

Masih jelas dalam ingatan. Beberapa tahun lalu ketika dompet saya tertinggal di kantor dan di saku pakaian tak ada cukup uang untuk membayar angkot—yang terlanjur saya tumpangi. Ada saja orang asing lagi baik hati yang mau membayarkan ongkos angkot saya. Berkali-kali saya berterimakasih, si mbak itu hanya tersenyum saja. Saat ini saya sudah lupa mukanya, tapi untuk kebaikannya, tidak. In Syaa Allah tidak akan pernah saya lupakan. Dari si mbak itu saya belajar, bahwa syarat untuk membantu tidak mesti sudah mengenal orang tersebut.

Masih juga terkenang dalam memori saya. Bagaimana Mbak Supervisor di tempat kerja keempat, yang sehari-harinya cuek dan kalau ngomong suka asbun, tapi ringan tangan untuk membantu. Suatu sore, dia sudah pamit untuk pulang. Tampilannya sudah siap tempur sebagai pejuang motor matic. Melihat saya tak ada yang membantu dan harus lembur sendirian, beberapa menit kemudian dia kembali. “Taraaaa … gue balik lagi.”

“Loh, ngapain kok balik lagi, Mbak?” tanya saya heran.

“Bantuin lo lah. Kasihan lo, kerjaan masih banyak, nggak ada yang bantuin,” jawabnya ringan saja.

Spv saya yang satu itu, mungkin nggak pernah tahu, bahwa kebaikannya waktu itu terekam jelas dalam ingatan saya. Bahkan hingga saat saya menuliskan hal ini, rasa haru itu masih ada. Bulir bening itu masih sulit untuk ditahan agar tak sampai jatuh.

Suatu saat pula, saya belajar menghargai orang lain dari seorang teman. Saat kami hendak meninggalkan toilet di salah satu mall, teman saya ini memberikan sejumlah uang kepada cleaning service yang bertugas membersihkan toilet. Tidak. Tidak seharusnya membayar. Tidak ada kotak khusus yang harus dibayar di sana. Tapi itu adalah inisiatifnya sendiri untuk berbagi pada mereka yang memilih bekerja ketimbang mengemis. Meskipun dengan profesi yang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, yang penting halal.

Berbuat baik itu adalah sebuah kenikmatan. Pernah suatu hari, sehabis makan mie ayam di luar kantor, saya berusaha melakukan kebaikan yang terinspirasi dari hal-hal di atas. Waktu itu momen habis dapet bonus.
Parkir motor normalnya bayar 2.000. Saya lebihkan 3.000 jadi 5.000. Ma Syaa Allah, eta si bapaknya, cuma dilebihin dikit aja, mukanya langsung berseri-seri.

“Alhamdulillah. Makasih ya, Neng. Semoga makin banyak rezekinya.”

Huwaaaaaa … saya langsung saling memandang dengan teman saya. Selepas itu di motor. “Ya Allah, Mbak … nyesel gue cuma ngasih goceng. Lo lihat gak tadi raut wajah bapaknya?”

Teman pun menyahut, “Iya yah. Mana kita langsung didoain begitu. Baik banget ya itu bapak?”

Bapak tukang parkir itu memberikan kebaikan lebih banyak dari apa yang hendak saya beri padanya. Doa!
Sebuah doa adalah sesuatu yang sejatinya sangat berharga dan tidak bisa dibeli dengan apa pun. Berawal dari doanya, saya yang masih kikir ini jadi tersentak! Betapa kebaikan kecil yang kita lakukan bisa nampak begitu berarti di mata orang lain.

Lakukanlah kebaikan meskipun hanya dimulai dari hal-hal sederhana; tersenyum, bersikap ramah, menjaga perasaan orang lain, memberikan hadiah atau traktiran, membantu orang yang sedang kesulitan dan lain-lain.

Aduhai sejatinya begitu banyak kebaikan yang Allah mampukan kita untuk melakukannya. Tinggal semuanya balik lagi ke kita; bersedia atau tidak untuk berbuat kebaikan-kebaikan itu.

Bagaimana jika tidak berbalas?

Bagaimana jika air susu dibalas dengan air tuba?

Makanya dari awal, niatkan semuanya karena Allah. Ditujukan saja berbuat kebaikan supaya Allah mengasihi kita. Bukan untuk mengharapkan balasan dari orang yang kita berikan padanya kebaikan.

Heyy … bukankah seringkali kita merasa mendapatkan rezeki atau bantuan dari arah yang tak disangka-sangka?

Boleh jadi semua itu adalah buah dari kebaikan yang pernah kau tebar, kemudian kau pupuk di masa lalu.
Mereka mungkin lupa, tapi Allah tidak.

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” — (QS. Al-Zalzalah: ayat 7)


EmoticonEmoticon