TBC Kelenjar yang Ditandai dengan Benjolan di Leher

Tuberkulosis atau TBC ternyata tidak hanya dapat terjadi pada paru-paru, tetapi juga pada bagian tubuh lain manusia. Pada leher, dapat terjadi TBC kelenjar getah bening.

Sebagian besar kasus TB memang terjadi pada paru-paru. Tetapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB) ini dapat menyerang berbagai bagian tubuh lain. Kondisi yang disebut TB extrapulmonary atau TB di luar paru ini dapat mengenai selaput otak, tulang, ginjal, kelenjar getah bening, saluran kencing, atau bagian tubuh lainnya.


Di negara berkembang ketika TB menjadi endemi, TB di luar paru dialami oleh sekitar 60 persen pengidap HIV yang juga mengidap TB. Di antara berbagai jenis TB di luar paru ini, limfadenitis tuberkulosis atau TBC kelenjar memiliki persentase terbesar di antara berbagai jenis TB di luar paru. TBC kelenjar ini dapat terjadi di berbagai area tubuh, seperti leher, mediastinum (rongga antara paru-paru kanan dan kiri), subkarina (area percabangan bronkus utama), peritoneum (pelapis rongga abdomen), ketiak, serta selangkangan.

Waspadai Benjolan di Leher

Di antara semua kasus TBC kelenjar, kasus terbanyak terjadi pada leher yang disebut scrofula. Scrofula adalah infeksi TB pada kelenjar getah bening di leher yang umumnya ditularkan saat seseorang menghirup udara yang terkontaminasi. Sebanyak 95 persen scrofula yang terjadi pada dewasa disebabkan oleh kuman jenis Mycobacterium tuberculosis, terutama yang mengalami gangguan sistem imun yang disebabkan oleh.

Pada anak-anak, penyebab scrofula kebanyakan disebabkan kuman jenis mikobakteria atipikal.Pada periode sebelumnya, penyakit ini lebih banyak menimpa anak kecil. Tetapi di negara berkembang, kondisi ini lebih banyak dialami oleh manusia usia 20-40 tahun. Wanita lebih sering terkena dibanding pria.

Adanya benjolan pada leher yang terus membesar seiring waktu meski tidak terasa sakit adalah salah satu gejala scrofula yang paling mudah terlihat. Umumnya hanya ada satu benjolan pada satu area, tapi ada juga yang mengalami lebih dari satu benjolan pada area yang sama. Benjolan yang juga bisa terdapat pada bagian lain pada tubuh ini umumnya berdiameter 1 cm atau lebih, kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat. Selain itu, scrofula biasanya diiringi oleh gejala-gejala lain, seperti turunnya berat badan, tubuh terasa tidak nyaman, demam, dan menggigil.

Diagnosis penyakit ini umumnya dilakukan melalui biopsi terhadap benjolan. Salah satu prosedurnya adalah melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus. Untuk membantu diagnosis, dokter dapat melakukan pemeriksaan X-ray dada, CT scan pada leher, dan tes darah. Pemeriksaan untuk mendeteksi HIV juga mungkin diperlukan. Oleh karena dapat menular, maka orang-orang yang merawat pengidap TB kelenjar ini juga perlu diperiksa untuk kemungkinan terkena tuberkulosis.

Penanganan scrofula dapat dilakukan dengan pemberian antituberkulosis yang diberikan selama 9-12 bulan. Obat antituberkulosis (OAT) yang diberikan biasanya merupakan kombinasi dari rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol. Pada sebagian kasus, dokter dapat melakukan penambahan maupun pengurangan jenis obat, serta menambahkan lama terapi hingga beberapa bulan. Langkah pembedahan mungkin dilakukan jika antibiotik tidak dapat meredakan TBC kelenjar.

Dengan pengobatan yang tepat, pengidap scrofula dapat pulih sepenuhnya. Akan tetapi ada kalanya terjadi komplikasi, seperti jaringan parut dan luka yang mengering pada leher. Komplikasi ini dapat disebabkan oleh terbentuknya nanah, fistula, ataupun ulserasi. Selain itu, kondisi pembesaran benjolan, terutama pada anak-anak, dapat menyebabkan tertekannya saluran pernapasan bagian atas. Untuk mengurangi risiko TBC kelenjar menjadi lebih parah, segera periksakan diri ke dokter, terutama jika terjadi pembengkakan pada leher.


EmoticonEmoticon