"Apakah Jodoh Setiap Orang Telah Ditetapkan oleh Allah SWT"


سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

“Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku. Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup? Sampai aku tua nanti ?”.

Kira-kira begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang berasal dari Bani Ma’zhum yang kaya raya.

Mendengar keluhan si anak, ibunya lantas kalang kabut untuk mencarikan jodoh buat puterinya. Berbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya. Ia tidak perduli berapa banyak uang yang harus dikeluarkan, demi kasih sayang sang ibu yang penting anaknya segera dapat jodoh.

Namun, sayang usaha si ibu sia-sia. Janji-janji sang dukun cuma bualan belaka. Sekian lama menunggu jejaka,tetapi yang ditunggu tidak pernah kunjung tiba.

Melihat keadaan itu, gadis Bani Ma’zhum yang bernama Rithah al-Hamqa menjadi semakin bermuram durja. Tidak ada kerjaan lain yang diperbuat, kecuali berdiri di depan cermin sambil terus bertanya, “Mengapa sampai hari ini tidak kunjung datang seseorang yang akan menikahiku?, apa kurangnya aku....?"
Akhirnya… penantian panjang Rithah yang telah lanjut usia pun berakhir. Ia bertemu jejaka tampan, lalu mereka menikah. Tetapi, kesediaan jejaka tampan namun miskin tersebut menikahi Rithah ternyata hanyalah menginginkan kekayaan Rithah yang melimpah. Ketika si jejaka telah berhasil menggunakan sebagian harta Rithah, dia pun pergi tanpa pesan.

Dan kini tinggallah Rithah seorang diri, menangisi kepergian suami yang entah dimana. Kesedihan dan kemurungannya pun dilampiaskannya dengan membeli beratus-ratus gulung benang untuk ditenun. Setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mengurai kembali menjadi benang. Lalu ia tenun lagi dan ia urai lagi terus secara berulang-ulang hingga di sisa-sisa hidupnya.

Kisah Rithah al-Hamqa, gadis Bani Ma’zhum tersebut memang mengharukan. Di ujung penantiannya yang panjang tentang jodoh- akhirnya, setelah mendapatkan jodoh–, ternyata seiring dengan berjalannya waktu harus berakhir dengan kenistapaan. Sungguh ironi.

Sampai-sampai kisah tersebut diabadikan dalam Al Qur’an Surat An Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali…”

Bertolak dari kisah Rithah al-Hamqa inilah kita akan mengurai lebih dalam persoalan jodoh. Dan kisah Rithah ini mengajarkan kita banyak hal. Diantaranya, bahwa jodoh mutlak urusan Allah Swt. Jodoh tidak dapat dihindari kehadirannya manakala kita belum menginginkannya. Atau sebaliknya. Jodoh juga tidak dapat dikejar,manakala kita sudah sangat ingin memilikinya. Bila saatnya tiba, pasti akan datang.

Keberdayaannya tetap menjadi rahasia Allah Swt semata dan tetap tertulis jauh sebelum kita hadir di muka bumi ini. Rasulullah Saw telah bersabda : “Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat”. Jika demikian, tak bijak rasanya jika kita terlalu larut dalam kekhawatiran, merisaukan sesuatu yang masih rahasia dan tak seorang pun ada yang tahu. Dan segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan Allah Swt, maka tidak ada satu pun makhluk yang mampu merubahnya. Termasuk soal jodoh. Ia tidak akan pernah tertukar atau diambil orang lain.

Kisah Rithah al-Hamqa juga mengajarkan kita bagaimana menumbuhkan kesabaran diri dalam menggapai cita-cita. Kesabaran yang diwujudkan dalam seluruh sikap dan pengharapan hanya kepada Allah Swt. Bukan kepada yang lain. Karena hanya kepada Allah Swt-lah semua dalam kuasa-Nya. Adalah sebuah kesalahan besar bila kita menyandarkan segala urusan kepada selain Allah Swt. Karena semua akan berbatas.

Dan cara-cara yang dilakukan ibu Rithah al-Hamqa mendatangi ahli nujum dan dukun untuk mengupayakan kedatangan jodoh bagi anaknya, adalah kekeliruan. Malah sebuah kesyirikan besar. “Jarak” kita dengan Allah Swt begitu dekat, maka kenapa kita tidak memohon kepada-Nya? “Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Ku…” (QS. Al Baqoroh:186).

Bukan hanya itu, langkah keliru Rithah al-Hamqa dan ibunya tersebut menjadi simbol ketidaksabaran manusia atas keinginan diri. Sebuah kekeliruan yang pada akhirnya justru mengantarkannya ke jurang kerisauan sekaligus kesalahan yang lebih dalam. Bukankah Allah Swt telah berfirman dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 45, “Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang demikian itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka akan kembali pada-Nya.”

Pernyataan dari Allah Swt melalui Surat Al Baqarah ayat 45 dan 186 tersebut menjadi indikasi betapa “kedekatan” kita dengan Allah Swt yang diwujudkan dalam bentuk ketakwaan dan kelurusan hati serta sikap seperti yang Rasulullah Saw contohkan melalui risalahnya, akan menjamin terkabulkannya pengharapan kita. Setidaknya, akan menjauhkan diri kita dari segala bentuk praktik kehidupan yang menyalahi aturan Allah Swt. Kemurnian akidah terjaga dan kelurusan niat untuk menikah pun tak akan goyah.

Dan Allah Swt tidak akan mungkin mengingkari janji. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda tentang masalah doa, “SesungguhnyaAllah malu terhadap seseorang yang menadahkan tangannya berdoa meminta kebaikan kepada-Nya, kemudian menolaknya dalam keadaan hampa.” Maka, sudah jelas jika dengan intensnya “komunikasi” vertikal kita kepada Allah Swt akan berbuah pada dikabulkannya doa atau pengharapan kita.

Kisah gadis Bani Ma’zhum juga memberikan nasihat, bahwa jodoh merupakan amanah Allah Swt. Dan akan diembankan pada kita pada masa yang tepat. Nah, barangkali jika saat ini kita belum mendapatkan jodoh,lantaran oleh Allah Swt kita belum dinilai sanggup dan mampu mengemban amanah itu. Jika demikian, bersangka baik (husnudzon) kepada-Nya adalah sikap yang terbaik. “Boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah:216).

@ Jodoh dan Kedewasaan Diri

Kisah Rithah al-Hamqa bisa menjadi cermin betapa jodoh itu serasa ringan diucap, tapi rumit dalam realita. Pun demikian, sebenarnya semua lebih bergantung pada tingkat kedewasaan kita. Dalam kata lain, ada korelasi antara jodoh dengan tingkat kedewasaan atau kematangan jiwa kita. Hal itu akan dapat dirasakan pada saat kita berada di titik tersulit dalam proses menemukan jodoh. Salah satunya bisa kita simak dari kisah Rithah al-Hamqa.

Sebenarnya, kisah berliku seperti yang dilakoni Rithah al-Hamqa pada satu sisi bisa dimaklumi. Pasalnya, wanita mana yang tidak ingin menikah, lantas membina rumah tangga? Terlebih disaat usia kian merambat tua. Namun, di sisi lain kadangkala ketergesa-gesaan manusia justru membuka lebar jalan menuju kesesatan.

Seperti langkah-langkah irasional yang ditunjukkan ibu Rithah al-Hamqa dengan mendatangkan para ahli nujum atau dukun.

Atas rumitnya persoalan jodoh bisa jadi lantaran kurang serius dan kesungguhan kita dalam menjemput jodoh itu sendiri. Yang ada hanya mengeluh dan menuntut kemurahan Allah Swt agar segera dipertemukan dengan jodohnya. Nah, pada saat titik tertentu ketika sang jodoh belum juga kunjung hadir, lahirlah kekecewaan, keterputusasaan dan kerisauan yang mendalam, sehingga dari sanalah kosakata rumit itu muncul.

 Maka, hampir bisa dipastikan bahwa kerumitan kita dalam memaknai kata jodoh justru bermula dari diri kita sendiri. Bukan dari siapa pun. Pengharapan yang terlalu tinggi,namun minus kesungguhan dalam berikhtiar. Atau malah nihil.

Dibalik fenomena “telat nikah” -masih bertolak dari kisah Rithah al-Hamqa– sebenarnya ada bukti-bukti kasih sayang Allah Swt yang bisa dilihat dan dirasakan. Boleh jadi telatnya pernikahan atau sering gagalnya proses ta’aruf, lantaran kadar kedewasaan kita belum cukup untuk menghadapi belantara rumah tangga yang akan dibangun bersama pasangan hidup. Dan Allah Swt Maha Tahu apa-apa yang ada di dir hamba-Nya.

Yakinlah, bahwa tanpa harus dikeluhkesahkan jika memang sudah masanya tiba, maka jodoh itu pasti datang. (Tentu saja setelah menyempurnakan ikhtiar, baik secara vertikal maupun horizontal).

Kedewasaan disini termasuk juga dalam memaknai kehadiran jodoh itu sendiri. Memang, pilihan pertama kita berharap cepat mendapatkan jodoh. Namun, jangan lupakan pula ada pilihan kedua. Yakni, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika pasti mendapatkannya di dunia. Atau pilihan ketiga, dimana kita akan mendapatkan jodoh pada saat di akhirat kelak. Apapun pilihan jodoh yang ditentukan Allah Swt, maka hal itu adalah hal yang terbaik untuk kita.

Dari sinilah kita mengambil hikmah betapa kekhawatiran dan kerisauan bahwa jodoh kita akan tertukar atau diambil orang adalah bukti tipisnya keyakinan kita pada Allah Swt Yang Maha Pengatur, sehingga hal itu berpengaruh pada sikap mental dan kerdilnya pola fikir kita. Dan diakui atau tidak, kenyataan ini masih menjadi bagian dari diri kita. Khususnya, yang sampai saat ini masih dalam masa menunggu kedatangan jodohnya.

@ Menjemput Jodoh

Sekali lagi, jodoh itu layaknya rezeki dan kematian. Telah tertulis dan tetap akan menjadi misteri yang akan selalu menjadi kuasa Allah Swt. Dalam kesadaran tertinggi dan batas bening jiwa, tentu kita selaku manusia hanya mampu menyadari betapa kita tak cukup kuasa untuk menjangkau itu semua. Kecuali, sekadar melakukan optimalisasi serangkaian ikhtiar. Dan di berikut ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan unutk menjemput jodoh :

Pertama, memperbaiki diri.

Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang sholih/sholihah, maka kita harus menjadi orang yang sholih/sholihah juga. Sebagaimana firman-Nya, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…” (QS. An Nuur : 26). Perbaikan disini berarti secara lahiriah/jasadiyah dan batiniah. Ada sebagian orang mendambakan jodoh yang sholih/sholihah, tapi ia sendiri justru tidak atau kurang sholihah/sholih.

Kedua, tidak putus asa dalam berdoa.

Doa yang baik untuk mendapatkan jodoh adalah seperti yang terdapat dalam Surat Al-Furqon ayat 74 : “Ya Robb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Dan berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah Swt dan Rasul-Nya kepada kita, niscaya doa kita akan lebih terkabul.

Ketiga, meningkatkan kualitas ibadah wajib dan memperbanyak ibadah sunnah.

 Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita wajib “mendekati” Allah Swt lebih ekstra. Caranya, dengan meningkatkan kualitas ibadah wajib dan menambah ibadah-ibadah sunnah. Seperti, sholat Tahajjud dan Dhuha, Shaum, Tilawah Al Qur’an, Infak, dan lain-lain.

Keempat, memiliki kriteria yang tidak muluk.

Boleh jadi jodoh sulit datang lantaran kriteria jodoh yang terlalu muluk. Selalu menjadikan keunggulan fisik dan materi sebagai standar tertinggi. Namun, hal itu justru yang akan mempersulit diri sendiri. Itulah sebabnya Rasulullah Saw menganjurkan untuk memilih kualitas agama sebagai standar utama dalam mencari jodoh. Tentu hal ini memungkinkan jodoh kita orang miskin, tidak berpangkat, bukan keturunan orang baik, akan tetapi memiliki agama/akhlak yang baik.

Seperti, kisah Juwaibar. Meski secara fisik kurang mendukung, namun dia salah satu sahabat yang dicintai Rasulullah Saw, karena ketakwaannya pada Allah Swt. Terbukti, Juwaibar telah menikah dengan Zulfa, putri dari Ziyad bin Labid yang sholihah, cantik jelita dan dari keluarga kaya. Kehidupan keduanya pun diliputi kebahagiaan.

Kelima, memperluas pergaulan. Ini bagian dari upaya horizontal untuk mendapatkan jodoh.

Dengan pergaulan yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan. Membuka diri jika selama ini masih terkungkung oleh pribadi yang tertutup. Ingat, tak jarang jodoh itu datang bukan dari perkenalan langsung, tapi dari kenalan teman kita.

Keenam, meminta tolong orang lain atau menyatakan hasrat secara langsung. Meminta tolong orang lain yang reputasinya baik. Atau biasa disebut guru mengaji, murobbi, teman, orang tua, saudara, dan yang lain.

Atau jika memiliki sebuah keberanian, bisa dilakukan sendiri. Hal ini juga berlaku bagi para wanita/akhowat. Sekalipun cara ini masih terbilang asing dalam budaya Indonesia, namun cara ini sebenarnyaIslami.

Karena pernah dilakukan Khadijah ra kepada Nabi Muhammad Saw. Pada masa itu, Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi melalui perantaranya.

Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus yakin pada Allah Swt, bahwa jodoh kita telah tertulis sebagaimana rezeki dan kematian kita dan pasti tak akan pernah tertukar atau diambil orang lain. Tak perlu khawatir. Ia pasti akan menemukan jalan untuk menjumpai kita. Ia tak akan datang terlalu cepat hingga kita harus terburu-buru, tapi juga tak akan terlalu lama hingga kita lelah menunggu.
Mungkin sering kali diucapkan oleh kita atau teman-teman kita bahwa "JODOH ada ditangan Tuhan.

 Jika melihat fakta di masyarakat, kata jodoh untuk manusia cenderung menunjukkan suami atau isteri, bukan pasangan yang belum menikah meski keduanya memiliki kecocokan. Misalnya si B diperisteri oleh si A, berarti si B adalah jodoh si A, sedangkan si C tidak jadi diperisteri oleh si A, berarti si C bukan jodoh si A.

Ini terlepas dari apakah suatu pernikahan akan berlangsung langgeng atau retak di tengah jalan dengan perceraian, karena istilah jodoh dan bukan jodoh tidak lazim digunakan untuk pasangan yang bercerai setelah pernikahannya. Terlepas juga apakah perceraian terjadi dalam waktu yang singkat atau setelah berpuluh-puluh tahun setelah pernikahan.

Selama ini tersebar pemahaman di tengah masyarakat bahwa pasangan hidup –baik suami mupun isteri– setiap manusia sudah ditetapkan oleh Allah swt. Anggapan ini antara lain disandarkan kepada dalil-dalil berikut.
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم/21]

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
 berfikir.” (QS Ar-Rum [30]: 21)
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ [النحل/72]
“Allah menjadikan bagi kalian isteri-isteri dari diri kalian dan menjadikan bagi kalian dari isteri-isteri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?.” (QS. An-Nahl [16]: 72)

Benar, Allah swt telah menciptakan ibunda Hawa’ dari bagian tubuh nabi Adam as yaitu tulang rusuk sebelah kiri, dan sekaligus Allah swt menetapkannya sebagai jodoh Beliau.

Namun tidak berarti setiap wanita yang datang berikutnya juga diciptakan dari hal serupa, sehingga menganggap pasangan atau jodoh mereka adalah laki-laki pemilik tulang rusuk yang darinya mereka diciptakan. Penciptaan dari tulang rusuk tersebut hanya terjadi pada Hawa’, berdasarkan ayat:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء/1]

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.

 Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa- [4]: 1)

Sedangkan manusia berikutnya -baik laki-laki maupun wanita-, diciptakan melalui percampuran antara Adam dan Hawa’. Dengan kata lain mereka tidak lagi diciptakan dari tanah liat dan tulang rusuk, melainkan dari air mani. Berdasarkan:

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ * ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ [السجدة/7، 8]
“yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).” (QS. As-Sajdah [32]: 7-8)
أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ [المرسلات/20]

“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina [air mani]?” (QS. Al-Mursalat [77]: 20)
Adapun redaksi ayat yang artinya “Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri” maksudnya adalah: Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri. Berikut penjelasan Imam Ibn Katsir, terkait ayat di atas.

يذكر تعالى نعمه على عبيده، بأن جعل لهم من أنفسهم أزواجًا من جنسهم وشكلهم ، ولو جعل الأزواج من نوع آخر لما حصل ائتلاف ومودة ورحمة، ولكن من رحمته خلق من بني آدم ذكورًا وإناثا، وجعل الإناث أزواجا للذكور 

Allah swt menyebutkan nikmat-nikmatNya atas hambaNya, bahwa Dia telah menciptakan bagi mereka dari diri-diri mereka isteri-isteri dari jenis dan bentuk mereka. Jika saja Dia ciptakan isteri-isteri mereka tersebut dari jenis lain, niscaya tidak akan tercapai ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Akan tetapi merupakan rahmat Allah swt menciptakan keturunan Adam (dalam bentuk) laki-laki dan perempuan, dan menjadikan yang perempuan sebagai pasangan bagi yang laki-laki. (Tafsir Ibn Katsir, vol IV, hlm 586)

Sampai di sini diketahui bahwa ayat-ayat Al-Qur'an yang disebut di atas bukan merupakan dalil untuk bisa mengatakan bahwa urusan jodoh sudah ditetapkan oleh Allah swt.

Adapun dari hadits, tidak ditemukan yang secara sharih menunjukkan hal tersebut. Yang ada adalah hadits-hadits yang menyebutkan ditetapkannya empat perkara bagi janin setelah usia kandungan melewati empat puluh hari ke-tiga, yaitu: ajal, rizqi, amal perbuatan, dan bahagia atau sengsara di dunia. Tidak disebutkan di situ ketetapan jodoh atau pasangannya.

@ Syara’ Menghendaki Manusia Memilih Sendiri Jodohnya

Berikut ini nash-nash yang menunjukkan bahwa jodoh adalah perkara ikhtiyari, bukan merupakan qadha’ Allah swt, kecuali pasangan Adam as dan Hawa di atas, dan pasangan-pasangan tertentu yang tidak diketahui.

Nikah adalah amal shalih, syara’ memerintahkan kepadanya dan melarang dari ber-tabattul (sengaja membujang selamanya).

Dari Ubaid bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang menyukai fitrahku hedaknya ia bersunnah dengan sunnahku, dan termasuk sunnahku adalah menikah.” (HR. Abu Ya’la – Husain Salim Asad: rijalnya terpercaya)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda: “Wahai para pemuda, siapa-siapa di antara kalian yang mampu ba’ah (memberi tempat tinggal) hendaknya ia menikah, sungguh nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan siapa-siapa yang belum mampu ba’ah maka hendaknya ia berpuasa, sungguh puasa itu akan menjadi perisai baginya.” (Muttafaq ‘Alayh )

Dari Samurah ra, bahwa Rasulullah saw melarang dari tabattul (sengaja membujang untuk selamanya). (HR. Ahmad bin Hambal – Syu’aib Al-Arnauth: rijalnya terpercaya)

Karena tergolong amal shalih, maka manusia diberi pilihan antara melakukannya atau meninggalkannya dengan konsekwensinya masing-masing. Dengan menikah berarti melakukan sunnah Rasulullah saw, dan dengan ber-tabattul berarti seseorang akan mendapatkan dosa.

Perintah untuk menikahi/menikahkan orang yang baik agamanya, penyayang, dan subur, dan larangan dari menikahi/menikahkan orang yang buruk agamanya.

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ

مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ [البقرة/221]

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2)

Karena tergolong amal shalih, maka manusia diberi pilihan antara melakukannya atau meninggalkannya dengan konsekwensinya masing-masing. Dengan menikah berarti melakukan sunnah Rasulullah saw, dan dengan ber-tabattul berarti seseorang akan mendapatkan dosa.

Perintah untuk menikahi/menikahkan orang yang baik agamanya, penyayang, dan subur, dan larangan dari menikahi/menikahkan orang yang buruk agamanya.

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ

مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ [البقرة/221]

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 221)

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ [النور/3]

“Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nur [24]: 3)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Seorang wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena garis keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah yang baik agamanya maka engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang kepada kalian siapa yang kalian ridhai akhlak dan agama nya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan menjadi fitnah dan muka bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Al-Hakim – sanadnya shahih)

Dari Anas bin Malik ra; adalah Rasulullah saw memerintahkan untuk ba’ah (kemampuan memberi tempat tinggal) dan melarang perbujangan dengan larangan yang keras, Beliau bersabda: “Nikahilah wanita yang penyayang dan subur (karena) aku akan melebihi para nabi (jumlah umatnya) di hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad bin Hambal – Syu’aib Al-Arna’uth: sanadnya kuat)

Karena syara’ hanya menentukan kriteria-kriteria sebagaimana di atas, maka wanita non-mahram manapun dan siapapun yang baik agamanya pantas untuk dinikahi, dan sebaliknya wanita musyrikah (non-muslimah selain ahli kitab) dan pezina yang belum bertaubat manapun dan siapapun haram untuk dinikahi. Keduanya tidak akan luput dari hisab Allah swt di hari kiamat kelak. Ini menandakan Allah swt tidak menetapkan orang-orang tertentu menjadi jodoh orang-orang tertentu pula.

Ini semua membuktikan bahwa jodoh bukan ketetapan dari Allah swt, karena sifatnya ikhtiyari (pilihan), yang untuk selanjutnya akan dihisab oleh Allah swt.

Mungkin ada yang berpikiran bahwa dalam syari'at Islam, seorang wanita bisanya hanya memilih laki-laki yang melamarnya saja, sedangkan kalau tidak ada yang datang melamar dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Pikiran ini kurang tepat, karena wanitapun juga bisa menawarkan dirinya kepada siapa-siapa laki-laki yang dianggap baik untuk menikahinya atau bisa dipercaya untuk mencarikan jodoh baginya.

Dari Sahl bin Sa'ad ra, bahwa ada seorang wanita menawarkan dirinya kepada Nabi saw, kemudian seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw:

Wahai Rasulullah nikahkan ia dengan ku, Beliau bersabda: Apa yg kau punya (untuk mahar)? dia berkata: Aku tidak punya apa-apa, Beliau bersabda: Pergi dan carilah sesuatu meski hanya berupa cincin dari besi, maka laki-laki itu pergi kemudian kembali lagi lalu berkata:

Demi Allah aku tidak menemukan apa-apa tidak pula cincin dari besi, aku hanya punya sarung ini kuberikan separuh untuknya (sebagai mahar), Sahal berkata: Ia tidak punya pakaian lagi, Nabi bersabda:

Apa yang kamu perbuat dengan sarungmu itu sedangkan kalau kamu memakainya dia tidak kebagian apa-apa darinya dan kalau dia memakainya kamu tidak kebagian apa-apa darinya, kemudian laki-laki itupun duduk, hingga karena begitu lamanya ia berdiri (untuk pergi), lalu Nabi melihatnya dan memanggilnya atau dipanggilkan untuknya, lalu Beliau bersabda: Apa yang ada padamu dari (hafalan) Al-Qur'an?, ia berkata:

Aku hafal surat ini dan surat ini, dia menyebutkan surat-surat yang dihafalnya, maka Nabi saw bersabda: Aku serahkan wanita itu dengan (mahar) apa yang kamu hafal dari Al-Qur'an. (HR. Bukhari)

@ Sikap Seorang Muslim

Dengan demikian, maka sikap seorang muslim adalah menentukan jodoh atau calon pasangannya dengan sebaik mungkin, yaitu dengan mengacu kepada kriteria-kriteria yang telah ditentukkan syara’, serta tidak lupa pula mengiringinya dengan doa:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا [الفرقان/74]

"Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon [25]: 74)

Dan menjaga kesucian diri sendiri dari segala bentuk kemaksiatan, baik zhahir maupun bathin. Karena sebagaimana kita bisa memilih berdasarkan kriteria-kriteria yang baik tersebut, dipilihnya kita atau tidak juga akan ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang sama.

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

[النور/26]


Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur [24]: 26)
Oleh karenanya, dalam sebuah hadits ada ketentuan:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang kepada kalian siapa yang kalian ridhai akhlak dan agama nya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan menjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Al-Hakim – sanadnya shahih)

Jodoh

Ibarat kematian juga yang tak kukira kehadirannya dan kutolak bila sudah datang menyapaku.

Bedanya jodoh harus aku cari dengan berbagai ikhtiar dan doa

Sedangkan kematian tak harus ku ikhtiarkan datangnya

Jodohku jodohmu... telah tertulisNya di lembar kitab di lauhul mahfudz

Kadang seseorang harus bertemu dulu dengan orang yang salah sebelum benar benat menemukan orang yang tepat.

Dan tak jarang seseorang sekali mengenali langsung berjodoh dengannya...
Itulah rahasiaNya yang tak bisa kita tebak

Karena yang pasti segala sesuatu yang telah disiapkn dan direncanakanNya kepada setiap hambaNya begitu rapi dan indah

Jika kita memaknai dengan baik dan indah pula.... :)

Semoga bermanfaat bagi kawan kawan yang belum mendapatkan pasangannya, manusia tetap harus berusaha dan Allah lah Dzat yang akan menentukan kedepannya baik atau buruknya pilihanmu.

Berbahagia dan bersyukurlah bagi sahabat" yang sudah memiliki pasangan semoga menjadi keluarga samawa, jaga dan peliharalah hubungan itu sebaik baiknya sampai azal yang memisahkan.

Wallaahu Ta’aalaa A’lam


EmoticonEmoticon