Onani merupakan salah satu kegiatan tercela yang sering dilakukan
oleh kaum pria untuk melampiaskan hasrat seksual yang dimilikinya.
Menurut pandangan dunia kesehatan, selama dilakukan dengan tidak
berlebihan, onani sah – sah saja untuk dilakukan. Bahkan, dalam keadaan
tertentu seperti untuk para manula yang sudah tidak lagi melakukan
hubungan intim, onani merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan untuk
menghindari berbagai macam penyakit yang mengintai.
Jika
onani dalam dunia kesehatan dianggap hal yang wajar, lantas
bagaimanakah pandangan Agama Islam atas aktivitas yang agak sedikit tabu
dan tercela ini?
Berbeda
dengan beberapa aktivitas lainnya seperti berzinah atau pun mencuri,
hukum onani tidak dijelaskan secara gamblang di dalam Al-Qur’an atau pun
Hadits. Oleh karena itu, hukum onani pun ditentukan dari penafsiran
para pemuka Agama Islam. Dan beberapa ulamah besar Islam memiliki
pandangan yang berbeda terhadap aktivitas yang satu ini yaitu:
1. Ulama Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Zaidiyah
Tiga
ulamah besar Islam ini mempercayai sepenuhnya jika onani merupakan
aktivitas tercela yang haram untuk dikerjakan. Menurut mereka, aktivitas
onani merupakan sebuah tindakan yang berlebihan dan juga melampaui
batas. Hal ini sesuai dengan salah satu Ayat Al-Qur’an Surat Al Mukminun
ayat 5 – 7 yang isinya menjelaskan mengenai kewajiban yang harus
dilakukan oleh seorang pria untuk menjaga kemaluannya terhadap apa – apa
yang selain istri dan juga budak – budak yang dimilikinya.
2. Ulama Madzhab Hanafi
Berbeda
dengan tiga ulamah besar yang pertama, Ulamah Madzhab Hanafi
mempercayai jika hukum onani hanya diharamkan dalam beberapa kondisi
saja dan wajib dilakukan dalam beberapa kondisi yang lainnya. Ketika
aktivitas onani dilakukan hanya untuk sekedar bersenang – senang atau
pun dengan sengaja untuk membangkitkan syahwat, maka onani haram untuk
dilakukan. Akan tetapi, jika onani dilakukan demi menghindarkan diri
pelakunya dari perbuatan zina (untuk orang – orang yang belum sanggup
beristri), maka onani wajib untuk dilakukan.
3. Ulama Madzhab Hambali
Hampir
sama seperti halnya pendapat Ulamah Madzhab Hanafi, Ulamah Madzhab
Hambali berpendapat jika onani haram untuk dilaksanakan kecuali oleh
orang – orang yang belum beristri dan telah dikuasai oleh nafsu syahwat
sehingga terpaksa melakukan onani untuk bisa terhindar dai perbuatan
zina. Selain itu, Ulamah mazhab ini juga berpendapat jika onani boleh
dilakukan oleh orang – orang yang memiliki penyakit khusus yang
dianjurkan oleh dokter untuk beronani sebagai salah satu tindakan
pengobatan atau pun pencegahan timbulnya penyakit tersebut.
4. Ulama Ibnu Hazm
Selain
tiga ulamah di atas, hukum onani juga dijelaskan oleh ulamah Ibnu Hazm.
Menurut ulamah Ibnu Hazm, onani pada dasarnya bersifat makruh dan boleh
dilakukan karena tidak diharamkan secara langsung oleh Allah SWT di
dalam Al-Qur’an. Pendapat ini diambil dengan berpedoman kepada Al-Qur’an
surat Al An’an ayat 119 yang artinya : “Paahal Sesungguhnya Allah SWT
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.”, dan
hukum onani tidak dijelaskan secara gamblang di Al-Qur’an sehingga
dianggap boleh untuk dilakukan.
Itulah
sedikit gambaran mengenai hukum onani dalam Islam yang harus diketahui
oleh kaum pria. Perlu diketahui, meskipun beberapa madzhab menghalakan
aktivitas onani, akan tetapi onani sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini
dikarenakan onani biasanya akan memancing kepada berbagai macam tindakan
– tindakan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti melihat gambar –
gambar porno hingga menjurus kepada aktivitas perzinahan.
EmoticonEmoticon