Coba kita lihat juga perjanjian Hudaibiyah, Ummu Salamah ra.
ikut memberikan pendapatnya kepada suaminya yaitu Rasulullah saw. demi
kemaslahatan kaum muslimin. Sebaliknya, jangan menjadi seperti istri Abu
Lahab la’natullah alaiha yang ikut memberikan usulan-usulan kepada
suaminya dalam memusuhi Islam. Semoga Allah swt. merahmati pasangan yang
senantiasa bekerja sama saling mengingatkan dalam urusan agama.
Jika usul istrinya baik dan diamalkan oleh suami, maka pahala
kebaikan tersebut akan mengalir kepadanya. Sebaliknya, jika usul
tersebut buruk untuk agama dan diamalkan oleh suami, maka dosanya pun
akan ditanggung berdua.
Beliau juga mensifati istri para sahabat ra., yaitu dengan ungkapan:
Mereka selalu mendorong suaminya untuk keluar di jalan Allah menyambut
seruan jihad.
Sang istri melepaskannya sambil memohon kepada Allah swt.
agar suaminya diberi anugerah salah satu dari dua kebaikan; kemenangan
atau mati syahid, sekalipun pada waktu malam pengantin, malam milik
mereka berdua, yang paling indah, sebagaimana kisah Hanzhalah bin Abi
Amir ra., sang syuhada yang dimandikan oleh para malaikat, karena ia
berangkat ke medan pertempuran dalam keadaan junub.
Mereka, para istri sahabat, selalu mengangkat moral suami dan
menyirnakan kekhawatiran dirinya dan anak-anaknya dengan menyebut sebuah
ayat: “Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman.” “Allah adalah
Pelindungku, Pelindungmu, dan Pelindung anak-anak kita dan kita tidak
memiliki kekuasaan atas urusan kita. Allah telah menjaga saat-saat
kepergianmu lebih ketat daripada saat-saat engkau ada.
Maka
bertawakallah kepada Allah. Jangan sibukkan benakmu memikirkan rezeki.
Aku melihatmu sebagai tukang makan dan bukan sebagai Pemberi rezeki.
Maka bila si tukang makan tiada, sang Pemberi rezeki akan tetap hidup.”
Jika suami keluar dari rumahnya, maka istrinya atau anak perempuannya
berkata kepadanya, “Hati-hatilah terhadap usaha yang haram.
Sesungguhnya kami sabar terhadap lapar dan kesulitan dan kami tidak
sabar terhadap neraka.”
Suami istri adalah da’i Allah swt., keduanya bertanggung jawab atas
kehidupan agama dalam sebuah rumah tangga khususnya dan umumnya di
seluruh alam ini. Wanita shalihah senantiasa siap memperingatkan suami
apabila ia lalai menafkahi istri dan keluarganya dengan nafkah agama,
karena memberi nafkah agama kepada keluarga pun adalah kewajiban seorang
kepala keluarga. Jika istri membiarkan kejelekan berkeliaran dalam
rumah tangganya, maka berarti telah membiarkan penyakit menular dan
berbahaya bertebaran di dalam rumah tangganya.
Suatu ketika Nabi saw. bertanya kepada Ali ra., “Bagaimanakah engkau
mendapati pasanganmu?” Ali ra. menjawab, “Aku mendapati Fatimah sebagai
pendorong yang terbaik dalam menyembah Allah.” Nabi saw. pun bertanya
kepada Fatimah ra. tentang Ali, ia menjawab, “Dia adalah suami yang
terbaik.”
Dalam kitab Shifatush Shajwah, dinukilkan bahwa Abu Ja’far As-Sa’ih
berkata, “Ada berita yang sampai kepada kami, bahwa ada seorang wanita
yang selalu rajin mengerjakan shalat-shalat sunnah, berkata kepada
suaminya, “Celaka engkau! Bangunlah, sampai kapan engkau tidur saja?
sampai kapan engkau dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau.
Janganlah mencari penghasilan kecuali dengan cara yang halal.
Dan aku
akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku.
Berbuat baiklah kepada ibumu, sambunglah silaturahmi, janganlah
memutuskan tali persaudaraan dengan mereka, sehingga Allah akan
memutuskan dengan dirimu[]
Sumber: moonrarea
Klinik F3 Cinoling Tgk. Sabri MH
Akhlak
Gaya Hidup
Jika usul istrinya baik dan diamalkan oleh suami, maka pahala kebaikan tersebut akan mengalir kepadanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon