Setiap wanita muslimah diwajibkan untuk menjaga auratnya, baik di hadapan laki-laki asing maupun di hadapan para mahramnya demi menjaga kehormatan dan harga dirinya. Maka sudah saatnya kita sebagai muslimah mengetahui batasan aurat di hadapan mahram kita.
Hukum asal perempuan adalah ditutupi dan dilindungi.
Terdapat banyak dalil dalam syariat yang menunjukkan hal tersebut.
Praktek shahabat secara khusus dan salaf secara umumpun menunjukkan
demikian. Meremehkan permasalahan menutup aurat di hadapan sesama
perempuan bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan.
Adapun aurat dihadapan laki-laki bukan mahram, sudah diketahui dan
disepakati oleh para ulama’ bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat,
kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan dihadapan mahram, masih
banyak yang belum memahami secara utuh.
Apakah mahram boleh melihat semua anggota tubuh seorang wanita atau
ada bagian-bagian tertentu yang tidak boleh diperlihatkan di hadapan mereka?
Yang pasti, tidak ada aurat bagi seorang istri atas suaminya. Sedangkan
batasan aurat bagi seorang wanita Muslimah dibagi menjadi beberapa
kategori:
1. Aurat kepada lelaki bukan mahram. Sudah disepakati bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Aurat kepada lelaki mahram. Misalnya ayah,
saudara kandung ayah, kakek atau anak laki-laki yang sudah baligh. Bahwa
aurat wanita yang boleh ditampakkan di depan lelaki mahram adalah
bagian yang terkena air wudhu (wajah, kepala, tangan, kaki dan betis).
Ada juga yang menyebut batas aurat wanita di depan mahram pada
umumnya adalah semua badan kecuali muka, kepala, leher, tangan, kaki,
dan betis. Dengan kata lain pendapat tersebut mengatakan bahwa aurat
wanita di hadapan para mahramnya adalah dari pundak (bahu) sampai lutut.
3. Aurat kepada wanita Muslimah. Sesama wanita
muslimah boleh melihat anggota tubuh kecuali batas pusar sampai lutut.
Tapi perlu diperhatikan untuk tidak sembarangan menampakkan aurat di
depan wanita asing yang tidak terlalu kenal karena dikhawatirkan tidak
amanah.
4. Aurat kepada wanita non-Muslim. Seorang muslimah
tidak boleh menampakkan aurat kepada wanita non-Muslim selain wajah dan
telapak tangan. Batas aurat seorang Muslimah di depan wanita non-Muslim
berbeda dengan wanita Muslim.
Sebagian ulama berpendapat, seorang wanita Muslimah harus berhijab
selayaknya di depan laki-laki nonmuhrim saat berada di hadapan wanita
non-Muslim. Karena itu, kita sebagai kaum wanita haruslah menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah ini. Sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah,
“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (Qs. An-Nuur: 31)
Adapun apabila dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, misalnya wanita
yang melihat akan memberitahukan kondisinya kepada kerabat
laki-laki-lakinya, maka kekhawatiran timbulnya fitnah lebih didahulukan.
Dan tidak diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan sesuatu dari
tubuhnya, semisal badannya, kedua kakinya, rambutnya dan lainnya di
hadapan wanita lain, baik itu wanita muslimah atau non muslimah.
Syaikh Albani rahimahullah mengatakan: “Sedangkan perempuan
muslimah di hadapan sesama perempuan muslimah maka perempuan adalah
aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi perhiasan. Yaitu kepala,
telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi kalung, hasta dengan
sedikit lengan atas yang biasa diberi hiasan lengan, telapak kaki dan
bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki.”
Beliau lalu melanjutkan, “Adapun bagian tubuh yang lain adalah aurat,
tidak boleh bagi seorang muslimah demikian pula mahram dari seorang
perempuan untuk melihat bagian-bagian tubuh di atas dan tidak boleh bagi
perempuan tersebut untuk menampakkannya. Dalilnya adalah firman Allah
yang tegas: -beliau lalu membawakan QS an Nur ayat 31.”
(Talkhish Ahkam Janaiz hal 30, sebagaimana dalam Masail Nisaiyyah Mukhtaroh karya Ummu Ayyub Nurah bin Ahsan Ghawi hal 143). Semoga bermanfaat. Silahkan share ke saudari Muslimah yang lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon