Apa Hukumnya Orang Menikah Tetapi Sudah Hamil Duluan?
Konsultasi Agama Konsultasi Keluarga
• Hukum Menikahi Wanita/Pria pezina
Yang dimaksud pezina di sini adalah yang memang zina menjadi kebiasaannya (seperti pelacur/germo/laki-laki hidung belang ).
Para ulama membagi hukumnya menjadi dua bagian:
A. Jika yang menikahi adalah orang baik-baik (mukmin, shalih), maka hukumnya haram, kecuali si pezina itu tobat dahulu.
Larangan ini berdasarkan Dalil-Dalil sebagai berikut:
1. Al Quran
Al-Maidah (5) ayat 5:
“Pada masa ini Dihalalkan bagi kamu (memakan makanan) Yang lezat-lezat
serta baik-baik. dan makanan (sembelihan) orang-orang Ahli Kitab itu
adalah halal bagi kamu, dan makanan (sembelihan) kamu adalah halal bagi
mereka (tidak salah kamu memberi makan kepada mereka). dan (dihalalkan
bagi kamu mengawini) dengan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatannya – di antara perempuan-perempuan yang beriman, dan juga
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari kalangan orang-orang
Ahli Kitab dahulu daripada kamu apabila kamu beri mereka maskawinnya,
sedang kamu (dengan cara yang demikian), bernikah bukan berzina, dan
bukan pula kamu mengambil mereka menjadi perempuan-perempuan simpanan.”
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
لا يحل للرجل أن يتزوج بزانية، ولا يحل للمرأة أن تتزوج بزان، إلا أن يحدث كل منهما توبة
“Tidak halal bagi seorang pria menikahi wanita pezina, dan tidak halal
seorang wanita menikahi seorang pria pezina, kecuali jika ia bertaubat.”
Setelah itu Syaikh Sayyid Sabiq menjadikan ayat di atas sebagai dalil.
Tentang ayat di atas Syaikh Sayyid Sabiq juga berkata:
أي أن الله
كما أحل الطيبات، وطعام الذين أوتوا الكتاب من اليهود والنصارى، أحل زواج
العفيفات من المؤمنات، والعفيفات من أهل الكتاب، في حال كون الازواج أعفاء
غير مسافحين ولا متخذي أخدان
“Yakni sesungguhnya Allah sebagaimana
Dia menghalalkan yang baik-baik, dan makanan orang-orang yang beri Al
Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, (maka) Dia menghalalkan
menikahi wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan mu’minat, dan juga
wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan Ahli kitab, dengan keadaan
bahwa mereka sebagai suami istri yang sebelumnya sama-sama menjaga
kehormatan, tidak berzina, dan tidak pernah sebagi gundik (simpanan).”
[1]
Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat, “ dan (dihalalkan bagi
kamu mengawini) dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya –
di antara perempuan-perempuan yang beriman,” :
أي: وأحل لكم نكاح الحرائر العفائف من النساء المؤمنات
“Yakni dihalalkan bagi kalian menikahi wanita merdeka yang menjaga kehormatan dari kalangan wanita beriman.” [2]
Imam Abu Ja’far ath Thabari berkata tentang ayat tersebut:
أحل لكم، أيها المؤمنون، المحصنات من المؤمنات – وهن الحرائر منهن- أن تنكحوهن
“Dihalalkan bagi kalian, wahai orang-orang beriman, wanita-wanita
merdeka dari kalangan beriman, untuk kalian menikahi mereka ..” [3]
Jadi, yang halal bagi orang baik-baik hanyalah menikahi wanita mu’minah yang menjaga kehormatannya, bukan pezina.
An Nuur (24) ayat 3:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik,
dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”
Ayat
ini jelas-jelas menyebutkan bahwa yang layak menikahi pezina adalah
pezina juga, tidak sepatutnya orang beriman menikahi orang pezina atau
musyrik. Mereka pezina dan musyrik hanya layak dinikahi dengan pezina
dan musyrik juga.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang ayat ini:
ومعنى ينكح: يعقد.
وحرم ذلك، أي وحرم على المؤمنين أن يتزوجوا من هو متصف بالزنا أو بالشرك، فانه لا يفعل ذلك إلا زان أو مشرك.
“Makna dari ‘mengawini’ adalah mengadakan akad. Yang demikian itu
diharamkan, yaitu diharamkan atas orang-orang beriman menikahi
orang-orang yang disifati sebagai pezina atau musyrik, karena tidak ada
yang menikahi mereka kecuali pezina dan musyrik juga.”[4]
2. As Sunnah
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ مَرْثَدَ بْنَ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ كَانَ يَحْمِلُ
الْأَسَارَى بِمَكَّةَ وَكَانَ بِمَكَّةَ بَغِيٌّ يُقَالُ لَهَا عَنَاقُ
وَكَانَتْ صَدِيقَتَهُ قَالَ جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقَ قَالَ
فَسَكَتَ عَنِّي فَنَزَلَتْ
{ وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ }
فَدَعَانِي فَقَرَأَهَا عَلَيَّ وَقَالَ لَا تَنْكِحْهَا
Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Martsad bin
Abi martsad al Ghanawi dahulu dia membawa keluarganya ke Mekkah, di
Mekkah ada seorang pelacur bernama ‘Anaq, dia adalah teman dari Martsad.
Dia (Martsad) berkata: Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku nikah
dengan ‘Anaq?”, dia berkata: Rasulullah mendiamkan saya, maka turunlah
ayat “Wanita pezina tidaklah menikah kecuali dengan laki-laki pezina
atau musyrik.”
Lalu Rasulullah memanggil saya dan membacakan kepada saya, lalu bersabda: “Jangan kau menikahinya!” [5]
Hadits ini tegas melarang pria baik-baik menikahi wanita pezina (pelacur). Dalam Aunul Ma’bud disebutkan:
فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَحِلّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ مِنْهَا الزِّنَا
“Di dalamnya terdapat dalil, bahwa tidak halal bagi pria menikahi
wanita yang terang-terangan darinya perzinahan (pelacur).” [6]
Hadits lainnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: Pezina laki-laki yang didera, tidaklah menikah kecuali dengan
yang semisalnya.” [7]
Dalam Fiqhus Sunnah disebutkan:
قال الشوكاني: هذا الوصف خرج مخرج الغالب باعتبار من ظهر منه الزنا.
وفيه دليل على أنه لا يحل للرجل أن يتزوج بمن ظهر منها الزنا.
وكذلك لا يحل للمرأة أن تتزوج بمن ظهر منه الزنا.
Berkata Asy Syaukani: Ini adalah sifat yang telah nampak dari
kebiasaan, yaitu orang yang memang terbiasa berbuat zina. Dan di
dalamnya terdapat dalil bahwa tidak halal bagi laki-laki menikahi wanita
yang biasa melakukan zina, demikian pula tidak dihalalkan bagi wanita
menikahi laki-laki yang terbiasa berzina. [8]
Berkata penulis Aunul Ma’bud:
قَالَ الْعَلَّامَة مُحَمَّد بْن إِسْمَاعِيل الْأَمِير فِي سُبُل
السَّلَام : فِي الْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّهُ يَحْرُم عَلَى الْمَرْأَة
أَنْ تُزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ زِنَاهُ ، وَلَعَلَّ الْوَصْف بِالْمَجْلُودِ
بِنَاء عَلَى الْأَغْلَب فِي حَقّ مَنْ ظَهَرَ مِنْهُ الزِّنَا .
وَكَذَلِكَ الرَّجُل يَحْرُم عَلَيْهِ أَنْ يَتَزَوَّج
بِالزَّانِيَةِ
الَّتِي ظَهَرَ زِنَاؤُهَا
“Berkata Al ‘Allamah Muhammad bin Ismail
Al Amir dalam Subulus Salam: “Di dalam hadits terdapat dalil bahwa haram
bagi wanita menikah dengan laki-laki yang telah nampak perzinahannya,
dan penyifatannya dengan mendapatkan dera, dikarenakan zina telah
menjadi hal yang dominan (kebiasaan) baginya secara nyata. Demikian pula
bagi laki-laki diharamkan baginya menikahi wanita yang telah nampak
perzinahannya.” [9]
Dari uraian ini, maka jelaslah haramnya orang baik-baik, mukmin, shalih, menikahi orang yang terbiasa zina (pelacur).
B. Hukum Pernikahan Dua Orang yang Berzina, tetapi mereka bukan pelacur atau Bukan laki-laki hidung belang.
Ini yang paling banyak terjadi, mereka berzina karena rayuan setan, dan
tidak mampu menjaga diri, akibat pergaulan bebas (baca: pacaran).
Namun, mereka bukanlah pezina dalam artian orang yang menjadikan zina
adalah kebiasaan seperti pelacur, germo, atau laki-laki hidung belang.
Apakah mereka berdua boleh dinikahkan?
Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah:
وقد اختلف في جواز تزوّج الرجل بامرأة قد زنى هو بها ، فقال الشافعي ،
وأبو حنيفة : بجواز ذلك . وروي عن ابن عباس ، وروي عن عمر ، وابن مسعود ،
وجابر : أنه لا يجوز . قال ابن مسعود : إذا زنى الرجل بالمرأة ثم نكحها بعد
ذلك فهما زانيان أبداً ، وبه قال مالك
“Telah terjadi perbedaan
pendapat tentang kebolehan seorang laki-laki menikah dengan wanita yang
pernah berzina dengannya. Imam Asy Syafi’i dan Imam Abu Hanifah
berpendapat: boleh. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, dan Jabir
mereka berpendapat: tidak boleh. Berkata Ibnu Mas’ud: Jika laki-laki
berzina dengan wanita, lalu dia menikahinya setelah itu, maka mereka
berdua adalah pezina selamanya!, ini juga pendapat Imam Malik.” [10]
Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, dan Imam Ibnu Hazm, juga menguatkan pendapat yang mengharamkan.
Sebenarnya golongan yang mengharamkan, pada akhirnya membolehkan juga, dengan syarat pelakunya sudah bertaubat.
Imam Ahmad membolehkan dengan syarat dia bertaubat, dan masa iddahnya
selesai. Abu Hanifah dan Asy Syafi’i berpendapat boleh mengawininya
tanpa menunggu masa iddah. Bahkan Imam Asy Syafi’i membolehkan mengawini
wanita zina sekalipun sedang hamil, sebab hamil semacam itu (karena
pelakunya adalah laki-laki yang akan menikahinya, pen) bukan alasan
haramnya kawin. [11]
C. Wanita yang berzina, lalu Dia menikah dan si Laki-Laki bukanlah pelakunya.
Ini berbeda dengan kasus di atas, ini yang menikahi wanita tersebut
bukanlah laki-laki yang pernah berzina dengannya tetapi, laki-laki lain.
Bolehkah pernikahan mereka berdua?
Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah: “Nikahnya orang zina itu haram hingga ia bertaubat, baik
dengan pasangan zinanya atau dengan orang lain. Inilah yang benar tanpa
diragukan lagi. Demikianlah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf,
di antara mereka yakni Ahmad bin hambal dan lainnya.
Tetapi
kebanyakan ulama salaf dan khalaf membolehkannya, yaitu pendapat Imam
Yang tiga, hanya saja Imam Malik mensyaratkan rahimnya bersih
(kosong/tidak hamil).
Abu Hanifah membolehkan akad sebelum istibra’
(bersih dari kehamilan) apabila ternyata dia hamil, tetapi jika dia
hamil tidak boleh jima’ (hubungan badan) dulu sampai dia melahirkan.
Asy Syafi’i membolehkan akad secara mutlak akad dan hubungan badan,
karena air sperma zina itu tidak terhormat, dan hukumnya tidak bisa
dihubungkan nasabnya, inilah alasan Imam Asy Syafi’i.
Abu Hanifah
memberikan rincian antara hamil dan tidak hamil, karena wanita hamil
apabila dicampuri, akan menyebabkan terhubungnya anak yang bukan
anaknya, sama sekali berbeda dengan yang tidak hamil.”
II. Nikahnya Wanita Hamil
Harus dirinci sebagai berikut:
1. Hamil karena suaminya sendiri, tetapi suaminya meninggal atau wafat, dia jadi janda. Bolehkah menikah dan dia masih hamil?
Sepakat kaum muslimin seluruhnya, wanita hamil dan dia menjanda
ditinggal mati suami atau cerai, hanya baru boleh nikah setelah masa
iddahnya selesai, yaitu setelah kelahiran bayinya. Tidak boleh baginya
nikah ketika masih hamil, karena ‘iddahnya belum selesai.
2. Gadis Hamil karena berzina, bolehkah dia menikah?
Jika yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya, maka menurut
Imam Asy Syafi’i adalah boleh. Imam Abu Hanifah juga membolehkan tetapi
tidak boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan.
Imam Ahmad
mengharamkannya. Begitu pula Imam Malik dan Imam Ibnu Tamiyah.
Sedangkan, jika yang menikahinya adalah laki-laki lain, maka menurut
Imam Ibnu taimiyah juga tidak boleh kecuali ia bertaubat, yang lain
mengatakan boleh, selama ia bertobat plus Iddahnya selesai (yakni sampai
melahirkan), inilah pendapat Imam Ahmad. Demikian. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi ajmain.
Klinik F3 Cinoling Tgk. Sabri MH
Akhlak
Gaya Hidup
Apa Hukumnya Orang Menikah Tetapi Sudah Hamil Duluan?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon