Dari abî hurairah –radhiyallâhu ‘anhu – dia berkata: “rasulullâh –
shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: ‘siapa menipu dan juga pula
mengusik (jalinan) seorang hamba sahaya dari tuannya, sampai ia bukanlah
penggalan dari kami, dan juga pula siapa yang mengusik (jalinan)
seorang wanita dari suaminya, sampai ia bukanlah dari kami”. [hadîts
shahîh diriwayatkan oleh ahmad, al – bazzâr, ibn hibbân, al – nasâ – î
dalam al – kubrâ dan juga pula al – baihaqî].
teks hadîts
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : ( ( مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا
عَلَى أَهْلِهِ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ اِمْرَأَةً عَلَى
زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا ) ) [حديث صحيح رواه أحمد والبزار وابن حبان
والنسائي في الكبرى
والبيهقي]
takhrîj hadîts
hadîts ini diriwayatkan oleh imam ahmad dalam al – musnad [juz 2, hal
– hal. 397], al – bazzâr [lihat mawârid al – zham’ân juz 1, hal – hal.
320], ibn hibbân dalam shahîh [juz 12, hal – hal. 370], al – nasâ – î
dalam al – sunan al – kubrâ [juz 5, hal – hal. 385], dan juga pula al –
baihaqî dalam al – sunan al – kubrâ [juz 8, hal – hal. 13], pula dalam
syu’abu al – Îmân [juz 4, hal – hal. 366, juz 7, hal – hal. 496].
syekh nâshir al – dîn al – albânî menghitung hadîts ini seperti
hadîts shahîh [silsilah al – ahâdîts al – shahîhah hadîts no. 325].
isi hadîts
secara garis besar hadîts ini berisi kecaman keras terhadap 2 perbuatan, yakni:
1. mengusik seorang pelayan, maupun pembantu maupun budak yang telah
bekerja pada seorang tuan, sampai – sampai jalinan di antara pelayan dan
juga pula tuannya jadi rusak, setelah itu sang pelayan berangkat
meninggalkan tuannya, maupun tuannya memecat dan juga pula mengusir sang
pelayannya.
2. mengusik seorang wanita yang berstatus istri buat seorang lelaki,
sampai – sampai jalinan di antara suami istri itu jadi rusak, setelah
itu sang istri itu meminta cerai dari suaminya, maupun sang suami
menceraikan istrinya.
bentuk – bentuk hambatan dan juga pula aksi merusak
ada beragam bentuk dan juga pula trik seseorang mengusik jalinan diantara suami istri, di antara lain menggambarkan:
1. berdoa dan juga pula memohon kepada allâh –subhânahu wa ta’âlâ –
supaya jalinan seorang wanita dengan suaminya jadi rusak dan juga pula
terjalin perceraian di antara keduanya.
2. berlagak baik, bertutur kata manis dan juga pula melakukan
berbagai bermacam aksi yang secara lahiriah baik, bakal tetapi,
menyimpan maksud mengusik jalinan seorang wanita dengan suaminya (maupun
sebaliknya). perlu kita ketahui sering – kali sihir itu berupa tutur
kata yang memiliki kemampuan “menghipnotis” lawan bicaranya. Rasulullâh
–shallallâhu ‘alahi wa sallam – bersabda: “sesungguhnya sebagian dari
sesuatu penjelasan maupun tutur kata itu menggambarkan betul – betul
sihir”. (h. r. bukhârî dalam al – adab al – mufrad, abû dâwud dan juga
pula ibn mâjah. syekh albânî menghitung hadîts ini seperti hadîts hasan
[silsilah al – ahâdîts al – shahîhah, hadîts no. 1731]).
3. memasukkan bisikan, kosa kata yang bersifat menipu dan juga pula
memicu, dan juga memprovokasi seorang wanita biar berpisah dari suaminya
(maupun sebaliknya) , dengan iming – iming bakal dinikahi olehnya
maupun oleh sahabat , maupun dengan iming – iming yang lain. perbuatan
seragam ini menggambarkan perbuatan tukang sihir dan juga pula perbuatan
syetan (q. s. al – baqarah: 102). rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa
sallam – bersabda: “sesungguhnya iblis menempatkan singgasananya di atas
air, setelah itu menyebar anak buahnya ke berbagai penjuru, yang sangat
dekat dengan sang iblis menggambarkan yang kemampuan fitnahnya sangat
hebat di antara mereka, salah seorang dari anak buah itu datang
kepadanya dan juga pula melapor bahwa pribadinya telah berbuat begini
dan juga pula begitu, sampai sang iblis berkata: ‘kamu belum berbuat
sesuatu’, setelah itu seorang anak buah yang lain datang dan juga pula
melapor bahwa dia telah berbuat begini dan juga pula begitu sampai –
sampai mampu memisahkan antara seorang suami dari istrinya, sampai sang
iblis menjadikan sang anak buah ini seperti orang yang dekat dengannya,
dan juga pula iblis berkata: ‘tindakanmu sangat bagus sekali’, setelah
itu mendekapnya”. (h. r. muslim [5032]).
4. meminta, maupun menekan secara terus terang biar seseorang wanita
meminta cerai dari suaminya maupun biar seorang suami menceraikan
istrinya dengan tanpa karena yang dibenarkan oleh syari’at. Rasulullâh
–shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: “tidak halal buat seorang
wanita meminta (kepada suaminya) biar sang suami mencerai wanita lain
(yang jadi istrinya) dengan maksud biar sang wanita ini memonopli
‘piringnya’, sesungguhnya hak dia menggambarkan apa yang telah
ditetapkan untuknya”. (hadîts muttafaq ‘alaih).
bentuk – bentuk seragam ini sangat tercela, dan juga pula tercantum
dosa besar apabila dicoba oleh seseorang kepada seorang wanita yang jadi
istri sahabat , maupun kepada seorang lelaki yang jadi suami sahabat.
dan juga pula hal – hal ini terus jadi tercela lagi apabila dicoba
oleh seseorang yang mendapatkan amanah maupun kepercayaan buat mengurus
seorang wanita yang suaminya lagi berangkat maupun sakit dan juga pula
semacamnya. sama halnya apabila dicoba oleh seorang wanita yang
mendapatkan amanah maupun kepercayaan buat mengurus keluarga seorang
lelaki yang istrinya lagi berangkat maupun sakit dan juga pula
semacamnya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: “keharaman
wanita (istri yang ditinggal berangkat oleh) orang – orang yang berjihad
buat orang – orang yang tidak berangkat berjihad (yang mengurus
keluarga mujahid) menggambarkan seragam keharaman ibu – ibu mereka, dan
juga pula tidak ada seorang lelaki pula dari orang – orang yang tidak
berangkat berjihad yang mengurus keluarga orang – orang yang berangkat
berjihad, setelah itu berkhianat kepada orang – orang yang berangkat
berjihad, kecuali sang pengkhianat ini bakal dihentikan (dan juga pula
tidak diizinkan menuju surga) pada hari kiamat, sampai – sampai yang
dikhianati mengambil kebaikan yang berkhianat sesuka dan juga pula
semaunya”. (h. r. muslim [3515]).
salah satu bentuk pengkhianatan yang dimaksud dalam hadîts muslim
ini menggambarkan mengusik jalinan keluarga sang mujahid, sampai – sampai berpisah dari suaminya.
bentuk pengkhianatan yang lebih besar lagi menggambarkan –na’ûdzu billâh min dzâlik – berzina dengan keluarga sang mujahid.
tercantum dalam pengertian mujahid ini menggambarkan seseorang yang
mendapatkan tugas dakwah, maupun menunaikan ibadah haji maupun umrah,
maupun bepergian yang mubah, setelah itu menitipkan urusan keluarganya
(istri dan juga pula anak – anaknya) kepada sahabat. dalam hal – hal
ini, apabila yang mendapatkan amanah berkhianat, sampai, ia tercantum
dalam ancaman hadîts muslim ini.
mirip – mirip dengan hal – hal ini menggambarkan apabila ada
seseorang yang karna kapasitasnya, dapat jadi karna ia menggambarkan
seorang tokoh, maupun pimpinan sesuatu organisasi maupun kiai, maupun
ustadz, maupun semacamnya yang diamanahi buat mendamaikan jalinan
sahabat yang lagi rusak maupun terancam rusak, bakal tetapi, ia malah
mengkhianati amanah ini.
hukum mengusik rumah tangga orang lain
a. hukum ukhrawî
para ulama’ bersepakat bahwa hukum mengusik dan juga pula mengusik
jalinan sebagaimana dimaksud dalam hadîts nabi di atas menggambarkan
haram (lihat al – mausû’ah al – fiqhiyyah, pada bâb takhbîb) , sampai
siapa saja yang melaksanakannya, sampai ia mendapatkan dosa dan juga
pula diancam siksa di neraka.
terlebih lagi imam al – haitsamî mengkategorikan perbuatan dosa ini seperti dosa besar.
dalam kitabnya al – zawâjir ‘an iqtirâf al – kabâir ia berkata bahwa
dosa besar yang ke 257 dan juga pula 258 yakni mengusik seorang wanita
biar terpisah dari suaminya dan juga pula mengusik seorang suami biar
terpisah dari istrinya.
dalihnya, hadîts nabi –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – di atas
menafikan pelaku perbuatan mengusik ini dari penggalan umat ia, dan juga
pula ini terhitung seperti ancaman berat. pula para ulama’ sebelumnya,
secara sharîh (jelas) mengkategorikannya seperti dosa besar. (lihat al –
zawâjir juz 2, hal – hal. 577).
b. hukum duniawî
ada 2 hukum duniawi terpaut dengan hadits ini, yakni:
1. apabila ada seorang lelaki yang mengusik jalinan seorang wanita
dari suaminya, setelah itu sang wanita itu meminta cerai dari suaminya,
dan juga pula sang suami mengabulkannya, maupun apabila ada seorang
lelaki mengusik jalinan seorang wanita dari suaminya, setelah itu sang
suami marah dan juga pula menceraikan istrinya, setelah itu sang lelaki
yang mengusik ini menikahi wanita tersebut, apakah pernikahannya sah?
jumhur ulama’ berpendapat bahwa pernikahan sang lelaki perusak dengan
wanita korban aksi perusakannya menggambarkan sah. dalihnya
menggambarkan karna wanita tersebut tidak secara eksplisit terhitung
seperti muharramât (wanita – wanita yang diharamkan baginya).
namun, ulama’ mâlikiyyah memiliki pendapat yang berbeda dengan
jumhur. mereka berpendapat bahwa pernikahan yang terjalin antara seorang
lelaki perusak dengan wanita yang pernah jadi korban aksi perusakannya
harus dibatalkan, baik dikala saat sebelum terjalin bakal nikah di
antara keduanya maupun sudah terjalin. karena mâlikiyyah dalam hal – hal
ini menggambarkan:
i. demi mempraktikkan hadîts yang jadi kajian kita kali ini.
ii. biar tidak jadi preseden kurang baik buat munculnya kasus – kasus
lain yang seragam, demi melindungi keutuhan rumah tangga golongan
muslimin.
iii. hal – hal ini terhitung dalam tipe kaidah fiqih: man ta’ajjala
syai – an qabla awânihi ‘ûqiba bihirmânihi (siapa yang terburu – buru
mendapatkan sesuatu dikala saat sebelum saatnya, sampai ia dihukum
dengan tidak diperkenankan mendapatkan sesuatu itu).
kaidah ini pada
asalnya berlaku buat seseorang yang melamar dengan kata – kata sharîh
seorang wanita yang masih dalam masa iddah (tunggu) pasca kematian
suaminya. (q. s. al – baqarah: 235).
logikanya, apabila melamar dengan
kata – kata sharîh terhadap seorang wanita yang masih dalam masa iddah
karna kematian suaminya saja tidak dibenarkan, sedangkan itu dalam hal –
hal ini tidak ada aspek peluluhlantahkan yang berakibat terciptanya
perceraian wanita itu dari suaminya (karna benar suaminya telah
meninggal) , sampai, apabila ada seseorang yang mengusik seorang wanita
yang masih bersuami, sampai – sampai tercipta perceraian wanita itu dari
suaminya, hukumnya nyatanya lebih berat daripada yang dimaksud dalam
kaidah fiqih ini. buat serupa itu, apabila bakal terjalin pernikahan
antara sang lelaki perusak jalinan dengan wanita “korban” aksi
perusakannya, sampai, hal – hal ini harus dicegah, dan juga pula apabila
sudah kadung terjalin pernikahan di antara keduanya, sampai, pernikahan
itu harus dibatalkan.
yang lebih menarik lagi dari pendapat mâlikiyyah ini menggambarkan:
ada sebagian dari ulama’ mâlikiyyah yang berpendapat bahwa wanita
“korban” aksi peluluhlantahkan seorang lelaki, jadi haram selamanya buat
sang lelaki perusak tersebut.
perbandingan pendapat ini kami sebutkan di ayo seperti peringatan
keras buat siapa saja biar tidak melakukan perbuatan seragam ini,
walaupun, secara hukum fiqih, pendapat jumhur lebih kuat, bakal tetapi,
pendapat mâlikiyyah, perlu kita jadikan seperti cambuk peringatan.
2. apabila ada seseorang yang melakukan perbuatan terlarang ini, adakah ia perlu mendapatkan hukuman di dunia?
para ulama’ berpendapat bahwa perbuatan terlarang seragam ini,
apabila ada yang melakukan, sampai hakim berwewenang menjatuhkan ta’zîr
(hukuman yang ketentuannya ditetapkan oleh hakim maupun penguasa) dengan
syarat tidak melebihi bobot 40 cambukan.
di antara mereka ada yang berpendapat, hukumannya menggambarkan
kurungan penjara sampai ia mengatakan tobat maupun meninggal dunia
(sebagian penganut mazhab hanafî)
di antara mereka ada yang berpendapat, cukup diberi cambukan keras
saja, diterbitkan perbuatannya, biar orang waspada darinya dan juga pula
biar sahabat mengambil ibrah (sebagian penganut madzhab hanbalî).
catatan lain
ada satu hal – hal yang menarik buat dicatat di ayo, yakni tentang sikap para ulama’ disaat berkata hadîts ini.
sebagian mereka mencantumkan hadîts yang lagi kita kaji ini dalam bab
“orang yang mengusik jalinan suami istri”, tanpa embel – embel ancaman
dalam kalimat babnya. seragam yang dicoba oleh imam al – nasâ – î dan
juga pula al – bazzâr.
bakal tetapi, ada sebagian dari mereka yang mencantumkan hadîts yang
lagi kita kaji ini dalam bab yang mempunyai kalimat ancaman, seragam: al
– zajr (penjelasan buat membikin jera) , al – tasydîd (peringatan
keras) , sebagaimana yang dicoba oleh imam ibn hibbân dan juga pula imam
al – baihaqî.
yang menarik menggambarkan ada sebagian ulama’ yang mengkategorikan
hadîts ini ke dalam bab makar dan juga pula tipu tenaga, sebagaimana
yang dicoba oleh kitab kanz al – ‘ummâl.
mudah – mudahan kita segala leluasa dari perbuatan yang sangat tercela ini, Aamiin.
( sumber: dakwatuna. com )